Zakat Sedekah Wakaf
×
Masuk
Daftar
×

Menu

Home Tentang Kami Program Laporan Mitra Kami Kabar Daqu Sedekah Barang

Mulai #CeritaBaik Kamu Sekarang

Rekening Zakat Rekening Sedekah Rekening Wakaf

Alamat

Graha Daarul Qur'an
Kawasan Bisnis CBD Ciledug Blok A3 No.21
Jl. Hos Cokroaminoto
Karang Tengah - Tangerang 15157 List kantor cabang

Bantuan

Call Center : 021 7345 3000
SMS/WA Center : 0817 019 8828
Email Center : layanan@pppa.id

Anak sungai musi menghafal Al-Qur'an

30 November 2010   6608
Image

Dengan mengenakan baju gamis putih-putih, santri Terapung (dapat disingkat santer) menikmati pemandangan sudut kota Palembang dari arah sungai. Dari atas ketek1 para santri Terapung secara bergiliran lewat microfonmembaca hafalan surat-surat pendek yang mereka hafal. Jika dihantam ombak, santri Terapung berkomat kamit membaca zikir khas Kiai Marogan2, “Laailahaillallahul Malikul Haqqul Mubiin Muhammad Rasuulullah Shoodiqul Wa'dil Amiin” (Tiada Tuhan selain Allah Raja Yang Haqq Lagi Nyata, Muhammad Rasulullah Jujur Lagi Terpercaya).

Di tengah perjalanan, para santri Terapung kerap mendarat di sebuah perkampungan. Baik untuk sekadar beristirahat sejenak melepas lelah sambil berinteraksi dengan penduduk. Atau untuk menunaikan sholat fardhu di masjid sekitar bantaran sungai. Di daratan para santri itu menjelma sebagai Duta al-Qur'an yang mengajarkan al-Qur'an kepada teman-temannya yang sebaya yang masih di daratan sambil mengajak mereka untuk ikut ke perahu. Seolah menirukan ajakan Nabi Nuh kepada anaknya, Kan'an, yang diabadikan di dalam al-Qur'an surah Hud ayat 42., “Yaa Bunayyarkamma'anaa”, “Hai anak-anak ayo naik ke perahu kami berlayar bersama kami sambil mengaji”.

 

Wisata sungai ini diadakan tiap minggu dalam program ADUHAI QUR'AN, atau Ahad Dhuhaa Bersama Al-Qur'an. Sesuai namanya, rangkaian kegiatannya diawali dengan sholat Dhuhaa Bersama, tepat pukul 08.00 pagi, lalu zikir Asma'ul Husna, Setoran hafalan al-Qur'an di masjid, kemudian dilanjutkan dengan Wisata Sungai yaitu rekreasi dengan menggunakan perahu ketek para santer menyusuri sungai Musi dan anak sungai Musi seperti sungai Ogan, sungai Keramasan dan sebagainya.

Di samping rekreasi, kegiatan visit Musi atau wisata sungai ini juga diisi dengan muroja'ah atau mengulang-ulang hafalan. Ini sesuai dengan peribahasa sekali dayung dua pulau terlampaui.

Hari Ahad merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh para santri terutama bagi Hidayat, Agus, dan Siti Hadiyah. Ketiganya merupakan santri Terapung Rumah Tahfidz Kiai Muara Ogan yang diresmikan pada bulan Rajab 1431 oleh Ustadz KH Yusuf Mansur. Bersama puluhan teman-temannya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), ketiga santer ini setiap hari belajar menghafal al-Qur'an mulai dari juz 'Amma (juz 30).

Pagi hingga siang, seperti anak-anak pada lazimnya mereka berangkat menuju sekolah masing-masing. Menjelang senja, mereka bergegas menuju masjid Kiai Marogan, yang terletak persis menghadap ke tepi sungai Musi dan muara sungai Ogan. Masjid Kiai Marogan merupakan masjid tua yang bersejarah, buah peninggalan Masagus KH. Abdul Hamid yang dikenal dengan sebutan Kiai Marogan. Julukan Kiai Marogan pun diambil dari kata Muara Ogan atau muara sungai Ogan. Dari tepi sungai, bangunan masjid ini tampak megah dan anggun sedap dipandang mata.

Selain di dalam masjid, santri dapat menghafal di pinggir dermaga, sambil memandangi hilir mudik kapal yang berlayar dan berlabuh. Mereka menghafal al-Qur'an di bawah pembimbing dari rumah tahfidz berdasarkan kelompok yang telah disepakati.

Meskipun baru berjalan 3 bulan, bocah-bocah seperti Hidayat, Agus, dan Siti Hadiyah, merasa senang dapat diterima di rumah tahfidz Terapung. “Kami senang belajar di rumah Tahfidz karena diajarkan tentang menghafal al-Qur'an, sholat Dhuhaa, sholat Tahajud, dan kisah-kisah Nabi seperti kisah perjuangan Nabi Nuh As membuat kapal untuk mengangkut kaumnya yang beriman.”

Berbeda dengan Hidayat, dan Agus, yang duduk di kelas 5 SD, Siti Hadiyah, baru duduk di kelas 1 SD. Tetapi bocah kelahiran Palembang, 10 Januari 2005 ini, hafalannya sudah lumayan banyak. Dalam 3 bulan ini, Siti sudah mengantongi surah Al-Mulk, dan surah Ar-Rahman.

Metode Siti Hadiyah dalam menghafal al-Qur'an dapat dikatakan unik. Ia berhasil menghafal surah Al-Mulk dan Ar-Rohman melalui kaset/cd yang diputar di masjid persis di depan rumahnya setiap kali menjelang sholat. Untuk surah Al-Mulk 30 ayat, ia berhasil menguasainya dalam satu bulan berikut langgam murattalnya. Ternyata cd yang diputar secara berulang-ulang di masjid itu adalah cd rekaman ust. KH. Yusuf Mansur. Oleh sebab itu, langgam murattal yang mampu ditiru oleh Siti adalah murattal gaya khas ust. KH. Yusuf Mansur. Maka jangan heran bila mendengar suara Siti membaca al-Qur'an, kita seperti mendengar  ust. KH. Yusuf Mansur sedang membaca al-Qur'an di hadapan kita.

Tiap hari Ahad pagi, bersama teman-teman sebaya, Siti Hadiyah menyetorkan hafalannya untuk disimak dan diuji oleh pengasuh rumah tahfidz Terapung, ustadz Masagus Fauzan Yayan.

Para santri di sore hari boleh berolah raga seperti bermain bola di halaman masjid Kiai Marogan yang cukup luas. Seusai bermain bola, mereka biasanya berlarian menuju sungai, menyebur ke sungai lalu berendam mendinginkan tubuh di air.

Di sungai, para santri dengan asyik dapat bertukar cerita tentang hafalannya, menciptakan permainan, dan bersenda gurau. Berenang di sungai merupakan saat-saat yang menyenangkan bagi mereka.

Tidak ada rasa ngeri atau kuatir tenggelam menghadapi derasnya air sungai dan kerasnya deburan ombak sungai Musi. Mereka sudah terbiasa bercengkerama dengan sungai karena mereka lahir dan dibesarkan di Sungai Musi dan Sungai Ogan.

Rumah Tahfidz Kiai Marogan dinamakan juga Rumah Tahfidz Terapung, karena ingin mengamalkan petuah Kiai Marogan, “Dimana ada air disitu ada kehidupan”. Selain itu, santri Terapung, memang mayoritas anak-anak yang tinggal di sekitar sungai, bahkan sebagian mereka bertempat tinggal di rumah rakit yaitu rumah terapung di atas air. Mata pencarian orang tuanya pun mengandalkan kebaikan sungai seperti mendayung perahu, menyewakan speed boat, atau perahu mesin. Sebagian orang tua mencari ikan di sungai dengan memancing, menjala, atau memasang jaring. Sungai sudah menjelma menjadi sahabat sekaligus sumber kehidupan bagi mereka.

Jangan ditanyakan soal kemampuan santri berenang. Barang tentu mereka ahlinya. Berenang telah menjadi kebiasaan mereka bahkan sejak lahir. Karena di rumah rakit, tidak tersedia air buat mandi, hanya cukup buat kakus. Mandi dan mencuci pakaian langsung di sungai. Kebiasaan inilah yang membuat mereka lincah dan terlatih dalam berenang.

Berenang dengan gaya apa saja mereka mampu; katak, kupu-kupu atau gaya bebas. Meskipun usia mereka masih belia jangan coba-coba beradu renang dengan mereka. Mereka pun sanggup loncat dan salto dari ketinggian atas dermaga langsung menyelam ke dasar sungai.

Lantas bagaimana bagi santri yang belum pandai berenang. Terlebih dulu mereka akan diajarkan teknik berenang dengan menggunakan pelampung untuk menahan tubuh tidak tenggelam. Sudah masyhur bahwa belajar berenang adalah bagian dari sunnah Nabi saw.

Rumah Tahfidz Terapung selain mengajarkan al-Qur'an juga ingin mengajarkan as-Sunnah. Yaitu wasiat Nabi yang berpesan terhadap orang tua untuk mengajarkan anak berkuda, memanah, dan berenang. Selain berkuda dan memanah yang dianjurkan Nabi, berenang relatif lebih mudah dilakukan dan sarananya mudah didapatkan yaitu sungai.

Selain itu, berenang insya Allah berguna bagi kesehatan para santri. Saat berenang, semua otot dalam tubuh mereka bekerja. Berenang juga dapat mengembangkan kekuatan dan kebugaran secara umum. Berenang juga olahraga yang sangat rileks hingga pikiran melayang dan nyaman, menjadi semacam meditasi. Ini tentulah sangat baik bagi sisi psikis para santri. Selain itu menyelam di air sangat tepat untuk memperbagus olah vocal para santri.