Ponpes Prof Hamka berdiri di Maninjau sejak belasan tahun silam. Pesantren ini menampung santri dari keluarga dhuafa asal Mentawai, Medan, Jambi, dan Agam. Hampir semuanya tak mampu mudik lebaran, lantaran buat jajan sehari-hari pun mereka tak punya uang.
Sejak gempa mengguncang 30 September lalu, Direktur Yayasan Ponpes Prof Hamka, Drs Zainul Arifin, segera mengevakuasi warga Ponpes Buya Hamka di Batunanggai, Maninjau, ke Masjid Ummul Qurra, sekitar 7 km dari ponpes. Seluruh warga Ponpes selamat, namun asrama santri putra beserta sebagian besar isinya, hancur.
Selama di pengungsian, para ustadz, ustadzah, dan santri, tidur di dalam masjid. Keluarga ustadz menempati ruang belakang mihrab, sedangkan santri putri di sisi kanan ruang masjid dan santri putra di sisi kirinya. ‘’Alhamdulillah, untuk makan sehari-hari kami dijamin warga sekitar masjid yang bergiliran menyediakan konsumsi berupa nasi bungkus dan air minum. Bantuan juga diberikan sejumlah pihak seperti Bulog, Dompet Dhuafa, Al Azhar Peduli Ummat, dan PPPA Daarul Qur’an,’’ tutur Ustadz Fuad, kepala madrasah tahfidz Ponpes Buya Hamka, saat ditemui di Masjid Ummul Qurra’.
Untuk melanjutkan kegiatan belajar-mengajar, para santri mukim yang berjumlah 26 kemudian dititipkan di MTs Muhammadiyah Sungai Batang, yang terletak sekitar 2 km dari Masjid Ummul Qurra.
‘’Alhamdulillah, hari ini kami memperoleh lampu hijau dari pemilik rumah, warga, dan para tokoh Nagari untuk menempati sementara komplek Masjid Syekh Amrullah,’’ ungkap Zainul Arifin di Masjid Syekh Amrullah, Kamis sore (15/10).
Arifin mengungkapkan, warga Ponpes akan hijrah dari pengungsian ke penampungan sementara pada Ahad (18/10). Selanjutnya, kegiatan pesantren akan menempati ruang tata usaha dan perpustakaan Masjid Syekh Amrullah. ‘’Santri dan guru akan bermukim di beberapa rumah warga setempat,’’ ujar Arifin.
Rencananya, Yayasan Ponpes Prof Hamka akan membangun komplek ponpes sementara di areal Masjid Syekh Amrullah. ‘’Kami berniat membuat 24 lokal darurat masing-masing berukuran 5x6 m2 untuk ruang kelas, asrama, tata usaha, ruang guru, dan rumah pimpinan pesantren,’’ tutur Arifin. Ia menambahkan, konstruksi lokal terdiri dari umpak dan bedeng berdinding triplek beratap seng. ‘’Total biayanya sekitar Rp 500 juta. Biaya tukang di sini memang mahal, minimal sepertiga dari biaya bahan.’’
Diperkirakan, masa relokasi sementara ini berlangsung 3-5 tahun. Seterusnya, menurut Zainul Arifin, sudah ada 2 calon lokasi relokasi permanen. Yang satu di dekat Masjid Ummul Qurra, satu lagi di tepi tanjung Maninjau. ‘’Lahan di dekat Masjid Ummul Qurra sudah ada masjid dan beberapa rumah kosong yang ditinggalkan warga,’’ kata Arifin. (nurbowo, Maninjau)