Memburu Air Keruh
Dua orang wanita dengan ember di masing-masing tanggannya mulai mendekati bantaran sungai. Tanpa alas kaki, mereka menapaki anyaman bambu yang dijadikan tempat warga ketika mengambil air sungai dan mandi.
Suara cipratan air mulai terdengar seiring dengan dikeluarkannya helai demi helai pakaian dari ember yang mereka bawa. Tak lupa dengan sabun cuci sachet dan sikatnya.
"Nggak papa lah nyuci di sini, daripada nggak ada, nggak nyuci, yang penting mah nggak gatel," kata salah seorang diantara mereka, Syamsiyah namanya.
Syamsiyah (27) adalah warga asli Patia yang kini harus merasakan gersangnya cuaca desa akibat kemarau berkepanjangan. Padahal, sebelumnya desa yang terletak di Pandeglang itu merupakan kampung yang asri dengan air yang melimpah baik dari sumur maupun sungai-sungai.
Syamsiyah tinggal bersama sang ibu, Aniyah yang kini berusia 50 tahun. Rumah mereka bukan di pelataran sungai, melainkan berjarak ratusan meter. Terpaksa, sejak beberapa bulan terakhir, mereka harus akrab dengan udara dingin Patia kala dini hari.
Hal itu lantaran setiap pukul 03.00 WIB, mereka sudah melangkahkan kaki menuju sungai untuk menimba air. Atau lebih tepat di genangan air keruh. "Rumahnya jauh, pinggir sawah sana, kesini jalan kaki buat nyuci, mandi," ucap Syamsiyah.
Ya, sungai yang membelah desa Patia menjadi dua bagian ini dulunya menjadi momok menakutkan bagi warga desa karena arusnya yang terbilang deras. Namun sejak hujan tak kunjung tiba, semua itu hanya cerita. Kini, sebatas kubangan air berwarna hijau dan berbau lumpur yang tersisa.
Syamsiyah dan ibunya mengeluhkan kekeringan ini. Baju-baju yang tadinya berwarna cerah, kini mulai pucat setelah dicuci menggunakan air sungai. Apalagi seragam merah putih milik anak sulungnya, dulunya memang putih bercayaha, tapi sekarang mulai kekuningan.
"Ini seragam merah putih dipakai sekolah anak, kemarin masih putih karena baru, ini lama-lama kuning," tunjuk Syamsiyah kepada baju yang tengah ia kucek.
Dan yang sangat menyedihkan adalah menyebarnya wabah cacar di kalangan anak-anak. Penyakit kulit menular ini menjadi salah satu gejala yang diakibatkan penggunaan air keruh dan kotor untuk mandi. Syamsiyah mengatakan, menurut bidan jika ingin tetap sehat warga dihimbau tak menggunakan kembali air sungai yang tak layak pakai itu.
Syamsiyah, Aniyah dan seluruh warga sedang dalam khusyuknya doa kepada Sang Khalik agar segera diturunkan hujan. Tak hanya berimbas pada aktivitas sehari-hari, kemarau panjang nampaknya sudah merenggut panen raya warga yang seharusnya mendapatkan hasil maksimal dari padi, singkong, ubi-ubian dan lain sebagainya.
Alhamdulillah, atas amanah dari seluruh donatur PPPA Daarul Qur’an mendapat kesempatan mendistribusikan ari bersih sebanyak 48.000 liter atau setara dengan enam tangki pada September lalu. Seluruh warga Patia pun bersyukur karena mereka kini memiliki persediaan air bersih untuk sehari-harinya. (dio/ara)