Indonesia Minim Guru Ngaji, Rumah Tahfizh dan Pesantren Takhassus Kader Pejuang Qur'an
Menurut Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) data guru ngaji di Indonesia berkisar 1 juta orang. Jumlah ini tak sebanding dengan pertumbuhan masyarakat Indonesia yang sangat pesat.
Betapa tidak, jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia menurut Kemendagri adalah 241,7 juta jiwa. Ditambah mereka yang buta huruf hijaiyah punya presentase cukup tinggi, yaitu 72 persen.
Itu artinya, satu guru ngaji mempunyai PR untuk membimbing lebih dari 100 muslim agar bisa membaca Al-Qur'an. Namun di sisi lain, mereka juga harus membina muslim lainnya.
Fenomena yang terjadi belakangan ini cukup mengkhawatirkan. Dulu, orang tua yang mampu membaca Al-Qur'an tidak segan untuk mengajarkan anak-anaknya.
Tetapi sekarang, banyak orang tua yang belum bisa mengaji. Apalagi mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak mereka.
Upaya-upaya strategis telah dilakukan berbagai pihak untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu yang dilakukan PPPA Daarul Qur'an adalah mengkader santri-santri penghafal Al-Qur'an melalui Rumah Tahfizh dan Pesantren Takhassus.
PPPA Daarul Qur'an melahirkan program Rumah Tahfizh dan Pesantren Takhassus yang membina santri-santri penghafal Al-Qur'an. Kedua program unggulan tersebut kini telah berdiri di sejumlah daerah di seluruh Indonesia.
Rumah Tahfizh misalnya, kini sudah menjamur hampir di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini telah berdiri 1.688 Rumah Tahfizh yang terdaftar dan berafiliasi dengan PPPA Daarul Qur'an serta Rumah Tahfizh Center.
Jumlah tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke. Terhitung ada 91.103 santri yang terdaftar di Rumah Tahfizh Center. Angka itu akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Mengingat, Rumah Tahfizh merupakan program berbasis hunian, lingkungan, dan komunitas yang bisa bergerak dimana pun.
"Rumah Tahfizh mempunyai visi untuk membangun masyarakat madani berbasis tahfizhul Qur’an untuk kemandirian ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan bertumpu pada sumberdaya lokal yang berorientasi pada pemuliaan Al-Qur’an. Misinya adalah menjadikan tahfizhul Qur’an sebagai budaya hidup masyarakat," kata Pimpinan Direktorat Zakat dan Wakaf Daarul Qur'an, Muhammad Anwar Sani.
Selain itu, ada juga Pesantren Takhassus. Pesantren bebas biaya ini hadir di 11 wilayah, mulai dari Cinagara, Ciakrang, Cimanggis, Kemang, Banyuwangi, Palembang, Semarang, Brebes, Tegal, Medan hingga yang terbaru di Wnayasa.
"Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus adalah lembaga pendidikan tahfizh Al-Qur’an non-formal berjenjang SMP dan SMA. Tujuannya adalah mencetak penghafal Qur'an yang berbudaya serta berakhlakul karimah," ungkap Anwar Sani.
Hingga tahun 2022 lalu, jumlah santri di Pesantren Takhassus secara keseluruhan mencapai 424 orang. Mereka terdiri dari anak-anak yatim dan dhuafa.
Pesantren Takhassus menempa para santri menjadi penghafal Al-Qur'an yang berkarakter. Proses tersebut berlangsung selama 3 tahun. Setelah itu, santri yang telah lulus dan hafal 30 juz ditempatkan di Rumah Tahfizh atau Pesantren Takhassus lainnya untuk mengaplikasikan ilmu mereka.
Banyak lulusan Pesantren Takhassus yang kini telah mengajar. Merekalah harapan umat Islam untuk menyebarluaskan dakwah Al-Qur'an. Karena lewat peran mereka keilmuan umat Islam mampu terjaga.
"Harapannya, santri-santri Rumah Tahfizh dan Pesantren Takhassus bisa menjadi jawaban atas minimnya guru ngaji di Indonesia. Sehingga kelak Indonesia akan memiliki jutaan penghafal Al-Qur'an yang juga sebagai pemimpin bangsa," pungkasnya. []