Mimpi itu Nyata
Kira-kira 20 tahun lalu lahirlah seorang anak laki-laki yang menjadi pamungkas dari ketujuh buah hati Abas dan Nurhasanah. Anak yang diberi nama Abdul Majid ini lahir dengan semangat hidup yang tinggi. Majid begitu panggilan akrabnya, tidak pernah menyesal atau bahkan mengeluh dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Ayahnya yang bekerja sebagai Office Boy (OB) dan ibundanya seorang ibu rumah tangga tidak lantas membuatnya congkak terhadap mereka.
Justru dengan kondisi seperti ini, Majid tumbuh menjadi anak yang tangguh dan memiliki mimpi setinggi langit. Mengikuti jejak keenam kakaknya yang nekat melanjutkan jenjang pendidikan hingga Strata 1 (S1), Majid pun mempunyai impian serupa. Pasca lulus SMA ia mulai dilema. “Apakah saya yakin bisa melanjutkan ke jenjang Universitas?" gumamnya dalam hati. Namun impian adalah impian, hanya kepada Allah semua itu digantungkan.
Ketika ada yang bertanya, "Majid, mau lanjut ke mana?." Dengan percaya diri, pemuda asal Bogor ini selalu mengatakan akan kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Bukan Majid namanya jika membirakan mimpi terbengkalai begitu saja. Ia pun memulai ikhtiarnya, yaitu mengikuti tes di UIN Jakarta. "Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus dengan jalur SPMB Mandiri di prodi Pendidikan Agama Islam," kata Majid.
Akan tetapi, tantangan kembali muncul, ia harus melunasi biaya daftar ulang sebesar Rp1,9 juta. Lagi-lagi, Allah menunjukkan kebesaran-Nya. Melalui pertolongan kakak-kakak dan orang tuanya, ia dapat melunasi semua biaya tersebut.
Dan semakin lengkap kasih sayang Allah kepadanya saat dirinya diterima program Beasiswa Tahfizh Qur'an (BTQ) for Leaders dari PPPA Daarul Qur'an. Sehingga, biaya kuliah, termasuk daftar ulang yang telah dibayarkan menjadi tanggung jawab PPPA Daarul Qur'an, Majid pun tidak harus membiayai kuliahnya seorang diri.
Berjumpa dengan takdir yang membawa Majid dalam jalur impiannya, tidak membuat ia merasa besar kepala. Namun, membuatnya semakin menundukkan kepala, dibuktikannya dengan pengabdian masyarakat yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini. "Saya di mushola menjadi marbot, menghidupkan mushola, bukan mencari penghidupan di mushola," tutur Majid.
Tidak berhenti di sana, ia pun menjadi salah satu penggerak dan pengajar Taman Pendidikan Alqur'an (TPA) di mushola tersebut. Bahkan, ia berhasil membawa anak didiknya berprestasi di tingkat Kecamatan. Majid berjuang siang dan malam untuk belajar serta mengajar sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah. Meskipun, ia sempat terjatuh sakit karena kesibukkan yang membuatnya tidak memiliki pola makan yang teratur.
BTQ for Leaders dibentuk dari keprihatinan masa depan generasi bangsa yang nampak mulai jauh dari Alqur’an. Karenanya, dibutuhkan para calon pemimpin penghafal Alqur’an nan berakhlakulkarimah. Program ini bukan beasiswa biasa. Sebab dengan bimbingan intensif berbasis tahfizhul Qur’an serta ditatar memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian sosial, seluruh kader BTQ diyakini mampu menjadi pemimpin masa depan berjiwa Qur’ani yang membawa perubahan.
Dukung Majid dan seluruh kader BTQ for Leaders melalui sedekahonline.com.