Rasulullah dan Para Sahabat Gemar Berwakaf
Wakaf di zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah dikenal sejak awal masa kenabian yakni pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi. Ketika itu, Rasulullah mewakafkan Masjid Quba dan dimanfaatkan untuk kepentingan umatnya hingga sekarang.
Kemudian praktik wakaf yang diajarkan oleh Rasulullah juga diikuti para sahabat seperti Umar bin Khattab, Abu Thalhah, Abu Bakar, Utsman, Ali bin Abi Thalib dan banyak lagi. Mereka masing-masing mewakafkan harta terbaiknya. Misalnya saja Umar bin Khattab yang mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah untuk meminta petunjuk, Umar berkata: “Hai Rasulullah SAW, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan tamu, dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau member makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR.Muslim).
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan Umar bin Khattab disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, yaitu kebun “Bairaha”. Diketahui, perkebunan itu merupakan harta yang paling dicintainya.
Setelah Abu Thalhah mewakafkan kebun Bairaha, kemudian turunlah ayat yang berbunyi, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. (QS Ali Imran ayat 92)
Ayat inilah yang menambah keyakinan para sahabat untuk mewakafkan harta terbaiknya. Selain itu, mereka pun kian bersemangat untuk berlomba-lomba mewakafkan hartanya.
Maka munculah nama seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Makkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Makkah. Kemudian Utsman yang menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu’ad bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar”. Setelah itu pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar hingga Zubair bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah.
Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa Rasulullah dan para sahabat gemar berwakaf untuk kepentingan umat. Sebab, selain dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat, pahala wakaf juga kekal hingga akhirat.