Wujudkan Mimpi Anak Palestina Menjadi Dokter
Konflik di Palestina tak kunjung usai. Salah satu wilayah yang menjadi pusat konfliknya pada beberapa dekade terakhir bertempat di Jalur Gaza. Kampung halaman Imam Syafi’i ini diduduki Israel pada 1967, tepat 19 tahun setelah negara Zionis tersebut menjajah Palestina. Pasukan Israel sempat angkat kaki dari Gaza pada 2005 silam.
Gaza berbatasan dengan wilayah Palestina yang diduduki Israel di bagian timur dan utara, sementara di bagian selatan berbatasan dengan Mesir. Sejak Hamas memenangkan pemilu 12 tahun silam, pemerintah Israel memblokade wilayah ini. Tak pelak, seluruh sektor kehidupan lumpuh. Akibatnya, warga Palestina di wilayah ini hidup menderita.
Karena perang yang tak berkesudahan, banyak mimpi dan cita-cita anak-anak Palestina yang berasal dari wilayah ini terpaksa kandas. Seperti mimpi dua siswi Palestina berprestasi Maryam Ya’qub Al-Hartani dan Nasamah Muhammad al-Zibdah. Keduanya merupakan Hafizah alumni Daarul Qur’an (Daqu) Indonesia cabang Gaza. Meskipun keduanya lulus pendidikan sekolah menengah dengan nilai tinggi, namun faktor ekonomi membuat cita-cita mereka menjadi dokter menjadi tak kesampaian.
“Saya sudah mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Al-Azhar di Jalur Gaza. Fakultas ini membutuhkan biaya sangat besar, apalagi bagi kami warga Gaza yang hidup di bawah blokade dan krisis ekonomi,” kata Maryam yang lulus SMU dengan nilai rata-rata 94%.
Menurut Maryam, biaya kuliah Fakultas Kedokteran setiap semester mencapai 5.000 Dolar AS atau 10.000 Dolar AS pertahun. Sementara untuk menjalani pendidikan tujuh tahun di fakultas tersebut, ia harus menyiapkan dana sebesar 70.000 Dolar AS.
Sementara itu, Nasamah Muhammad Al-Zibdah mengatakan bahwa dirinya terpaksa mendaftar di jurusan Apoteker, Universitas Palestina, Jalur Gaza. Mahasiswi yang meyelesaikan pendidikan SMA dengan rata-rata nilai 96.1% tersebut mengaku terpaksa mengurungkan niatnya menjadi dokter karena faktor biaya.
“Saya berharap dapat mengambil jurusan kedokteran yang merupakan cita-cita saya sejak dulu,” ujarnya.
Sejak pemerintah Israel mengisolasi Gaza, tingkat kemiskinan Gaza bertambah pesat. Tercatat 53% warga Gaza hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar dari mereka malah tak mampu menghidupi keluarganya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PPPA Daarul Qur’an Tarmizi As Shidiq mengajak masyarakat untuk membantu kedua santri Gaza tersebut. Mengingat perang yang terjadi di Palestina banyak menggugurkan jiwa, peran dokter teramat sangat dibutuhkan di sana.
“Mari bersama kita bantu Maryam dan Nasamah agar bisa mewujudkan cita-cita mereka menjadi dokter dan menebar manfaat di negara asalnya. Semoga donasi anda membantu mereka, dan menjadi pemberat pahala kebaikan bagi para donatur semua. Aamiin,” tutur Tarmizi.