Goa Tersembunyi
Nyaris tak terendus keberadaannya. Padahal letaknya ada di pinggiran jalan raya Raden Saleh, yang lalu lintasnya padat di jam kerja bagi warga Tangerang dan sekitarnya. Sebuah bangunan yang atap serta dindingnya terbuat dari seng bekas berdiri. Kontras dari jalan raya beraspal mulus, setiap orang yang mau ke sana harus melewati jalanan bebatuan dan tanah yang menjadi becek berlumpur usai hujan turun.
Nyaris tak terendus keberadaannya. Padahal letaknya ada di pinggiran jalan raya Raden Saleh, yang lalu lintasnya padat di jam kerja bagi warga Tangerang dan sekitarnya. Sebuah bangunan yang atap serta dindingnya terbuat dari seng bekas berdiri. Kontras dari jalan raya beraspal mulus, setiap orang yang mau ke sana harus melewati jalanan bebatuan dan tanah yang menjadi becek berlumpur usai hujan turun.
Menembus pagar hitam berkarat, tumpukan plastik, kardus dan barang-barang bekas menjulang tinggi di kanan, kiri sampai ke atap. Ada mushola yang berdiri di tengah lorong minim cahaya. Bak goa tersembunyi, bangunan dengan luas 4x8 meter berdiding triplek dan beratap seng itu digunakan para pedagang rongsokan untuk kembali bersimpuh ke hadapanNya.
Mushola Baitusalam namanya. Didirikan Aang (31) pemuda asal Majalengka yang sempat nyantri di pesantren daerah Gunung Sindur Bogor untuk warga yang tinggal di kawasan pengumpulan barang bekas. Aang diamanahkan meneruskan lapak rongsok milik sang ayah. “Kalau ada tamu yang dateng juga biar gak bingung mau sholat di mana. Tapi ya maklum, kondisinya seadanya, bolong-bolong kayak ada tembusan dari goa,” ujarnya sambil terkekeh.
Ia tak segan mengeluarkan kocek pribadinya untuk membangun tempat ibadah bagi tim penampung barang usang tersebut sekaligus menjadi guru ngaji bagi anak-anak di kawasan tersebut. “Alhamdulillah kalau ada rezeki sedikit saya sisihkan buat beli seng baru, soalnya awalnya bangunnya pakai seng bekas terus bocor kalau hujan, jadi ditambal pakai seng baru. Sama ini pas 2013 lantainya masih tanah, Alhamdulillah 2020 kemarin pasang keramik dapet bekasan dari Mal CBD Ciledug,”ucapnya.
Sejak berdiri pada 2013, Mushola Baitusalam sudah melahirkan anak-anak yang awalnya buta huruf hijaiyah, namun kini telah khatam membaca Al-Qur’an. Ilmu dari sang guru di pesantren, Aang terapkan di tempat tinggalnya sekarang. Senyumnya mulai lebar saat mengenang orang tua santri-santrinya yang sampai menggelar acara syukuran khataman Al-Qur’an. “Kalau yang namanya ilmu kita kasih ke orang itu kan pahalanya mengalir, jadi itu saja yang saya pegang. Anak-anak bisa ngaji, nanti mereka ajarin lagi ke anaknya, terus manjang, mudah-mudahan bisa jadi bekal saya,” ucapnya.
Menyambut Ramadan 1445 Hijriah ini, Aang belum punya uang lebih lagi untuk memperbaiki mushola kebesarannya. Puluhan anak-anak asuh Aang tentu sangat bahagia jika Ramadan nanti, mushola yang mereka pakai mendaras Al-Qur’an kondisinya bisa lebih baik dari pada saat ini yang dindingnya masih dilapisi triplek bolong yang membuat rembesan air masuk ketika hujan. “Mudah-mudahan ada orang baik yang peduli dengan kami,” harapnya.