Keutamaan Surat Al-Fatihah
PPPA Daarul Qur’an kembali menggelar kajian bulanan untuk para karyawan. Kali ini kajian dipimpin langung Dewan Syariah KH Ahmad Kosasih di Masjid Al Madinah, Ciledug, Tangerang, Senin (21/7). Dalam tausiyahnya, Kyai Kosasih menyampaikan sejumlah keutamaan Surat Al-Fatihah.
Menurutnya, Surat Al-Fatihah adalah surat yang agung dan mulia karena dijuluki banyak nama. Di antaranya seperti Al-Assas, Ummul Kitab, Asy-Syafiyah, Al-Kafiyah dan lain sebagainya. Al-Assas berarti Al-Fatihah sebagai dasar dari seluruh surat pada Al-Qur'an.
Sementara Ummul Kitab bermakna induk Al-Qur'an karena seluruh kandungan Al-Qur'an terangkum dalam surat Al-Fatihah. Asy-Syafiyah atau Asy-Syifa yang berarti surat ini terbukti menjadi sebab wasilah penyembuh orang yang sedang sakit.
“Dan Al-Kafiyah sebagai pemberi kecukupan. Ketika seseorang meyakini dengan membaca surat Al-Fatihah ini Allah akan memberikan kecukupan kepadanya, maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya,” ujarnya.
Karenanya, menurut Kyai Kosasih kedudukan surat Al-Fatihah sangat mulia. Apa lagi, surat ini menjadi salah satu rukun salat yang harus dibaca seseorang ketika sedang menunaikan salat, baik wajib maupun sunah.
Hal itu tertuang dalam hadits Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang salat lalu tidak membaca Ummul Qur’an, maka shalatnya kurang—beliau mengulanginya tiga kali—tidak sempurna.” (HR. Muslim)
“Surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat yang diulang bacannya. Itu semua menjadi ramuan Al-Qur'an yang diberikan kepada hambaNya. Mengingat, surat ini adalah surat yang paling agung,” tuturnya.
Menurut Kyai Kosasih, membaca Surat Al-Fatihah sama seperti berdialog dengan Allah. Hal itu terkandung dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Allah berfirman, Aku membagi salat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
Apabila hamba-Ku membaca, Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, Ar-rahmanir Rahiim. Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, Maaliki yaumid diin. Apabila hamba-Ku membaca, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in. Allah Ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”
Apabila hamba-Ku membaca, Ihdinas-Shirathal mustaqiim dan melanjutkan sampai akhir surat. Allah Ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.” (HR. Ahmad dan HR. Muslim)
(dio/ara)