Pandemi Mewariskan Kepedulian
Bu Dalisah (35) asal Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk kedua anaknya yang berusia 12 tahun dan 3 tahun. Satu tahun lebih pandemi COVID-19, beban keluarga yang ditanggung Bu Dalisah menjadi lebih berat.
Bu Dalisah (35) asal Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk kedua anaknya yang berusia 12 tahun dan 3 tahun. Satu tahun lebih pandemi COVID-19, beban keluarga yang ditanggung Bu Dalisah menjadi lebih berat.
Anak perempuan pertamanya yang sebentar lagi lulus sekolah dasar menjadi semangatnya mencari nafkah mencukupi kebutuhan pendidikan, juga dengan anak perempuan kedua Bu Dalisah yang selalu menemani dalam gendongan jarik (selendang) lawas di sepanjang perjalanannya mengantarkan galon-galon air minum dan masker ke tetangga sekitar. Suami Bu Dalisah sudah wafat tiga tahun yang lalu, pun dengan ayah dan ibu dari Bu Dalisah. Seluruh beban tanggungan keluarga kini menjadi tanggungjawabnya.
Ada lagi Pak Yono salah satu pengendara becak motor di Alun-Alun Utara Yogyakarta, ia mengaku biasa mangkal sejak subuh. Sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dimulai pada 3 Juli 2021 lalu, para tukang becak motor mulai kehilangan penumpangnya, namun tidak ada pilihan lain.
Rendahnya mobilitas warga membuat jasa mereka makin sepi. Sebagai kota wisata pendapatan para tukang becak juga banyak didapat dari para turis, terlebih bagi tukang becak yang mangkal di sekitar alun-alun yang kini arus wisata juga sedang ditutup. “Kalau saya untungnya istri itu buka laundry kecil-kecilan di rumah jadi bisa buat makan sehari-hari, tapi saya tetap ikhtiar berangkat, kadang disuruh bantu angkut-angkut barang,” ujar Pak Yono.
Di Kampung Kali Code, Kecamatan Terban, Kota Yogyakarta dan Dusun Mulyodadi Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, ini warga mengandalkan pekerjaan serabutan seperti menjadi cleaning service, buruh toko, jualan angkringan di pinggir jalan, buka warung kecil-kecilan, buruh di pabrik rumahan untuk bertahan hidup salam pandemi COVID-19. Banyak di antara mereka adalah lansia dan ibu orang tua tunggal yang menghidupi keluarganya seorang diri karena ditinggal oleh suaminya.
Di atas adalah beberapa kisah bagaimana pandemi COVID-19 berdampak langsung pada berbagai bidang kehidupan. Juga tentang anak yatim yang ditinggal ayahnya karena paparan COVID-19. Merujuk pada riset dari The Lancet, ada 1,5 juta anak di seluruh dunia yang kehilangan orang tuanya selama 14 bulan pertama pandemi COVID-19, juga menurut Kemensos ada lebih dari 11 ribu anak yatim karena COVID-19 di Indonesia pada Agustus 2021. Ini menjadi data sekaligus gambaran tambahan tentang bagaimana dampak negatif pandemi COVID-19 menyerang kehidupan secara tiba-tiba, bahkan sampai lingkungan terdekat masing-masing dari kita.
Saling Jaga Indonesia
Tuhan menghadirkan tantangan pasti juga memberikan jalan keluar, tinggal bagaimana umat-Nya meyakini ke-Maha-an bukan malah menjadi temaha. Di antara dampak negatif dari pandemi COVID-19 yang begitu massif di kehidupan semua orang, tentu pasti selalu dihadirkan jalan keluar untuk semua orang yang terus berupaya.
Saya sangat ingat sekali pesan guru saya, KH. Yusuf Mansur, untuk keluar dari setiap masalah. KH. Yusuf Mansur berpesan, “sedekah itu soal wasilah dan rasa, ada yang lebih puas menyedekahkan langsung ke penerima, misalnya langsung memberikan ke anak yatim agar bisa mengusap kepalanya anak yatim, ada pula yang memilih melalui lembaga zakat. Keduanya baik, namun jika melalui lembaga zakat seperti PPPA Daarul Qur’an dan sebagainya maka bisa diibaratkan juga ikut dalam perahu Nabi Nuh as., karena dengan disalurkan ke sebuah lembaga dampaknya akan lebih luas lagi. Dan sesungguhnya kita dikasih kesempatan. Hingga kesempatan bersedekah itu bisa diciptakan sendiri, kapanpun dan dimanapun alangkah baiknya kita dapat melihat peluang untuk bersedekah, apalagi selama pandemi”.
Sedekah ataupun berbagi ke sekitar yang membutuhkan selama pandemi COVID-19 menjadi kekuatan untuk sama-sama bertahan. Membantu orang lain secara langsung juga membantu diri dan keluarga kita sendiri dari berbagai macam resiko sosial, ekonomi, hingga spiritualitas. Semakin banyak Gerakan kepedulian dan saling bantu antar warga, maka akan semakin kuat resiliensi atau ketangguhan kita menghadapi pandemi COVID-19 secara bersama di tingkatan terkecil yakni keluarga hingga skala negara.
Berbagi atau sedekah dapat terus ditradisikan dalam keluarga kita. Toh, ini juga yang sudah dilakukan leluhur kita sejak dulu. Masih lekat di ingatan kita tentang air minum yang selalu tersedia di pekarangan untuk para musafir, sedekah berkat untuk para hadirin yang mendoakan dan bergotongroyong, antar berkat untuk setiap hajat ke tetangga sekitar rumah, makanan untuk setiap syukuran yang bersama-sama bergembira. Pandemi COVID-19 kali ini adalah kesempatan saya dan Anda untuk memulai Kembali tradisi berbagi atau sedekah, semoga menjadi bagian dari warisan kebaikan untuk generasi selanjutnya.
Berbagi atau sedekah adalah jalan yang indah untuk menyatukan berbagai persoalan kehidupan. Berbagi atau sedekah secara langsung memang sangat mungkin dilakukan, namun ketika berbagi atau sedekah ikut dalam sebuah lembaga filantropi, pasti akan berdampak lebih besar, sesuai dengan pandangan KH. Yusuf Mansur, “ikut rombongan kapal Nabi Nuh as.”.
Warisan tradisi berbagi atau sedekah yang kita mulai hari ini akan membangun ikatan solidaritas yang sangat organic dengan komunitas di sekitar kita bahkan juga komunitas yang lebih luas. Ini kesempatan kita sebagai orang tua untuk mengajarkan kebaikan-kebaikan untuk anak-anak kita di tengah gelombang negatif dampak pandemi COVID-19. Ya, melalui berbagi atau sedekah, saya dan Anda diberikan Tuhan Yang Maha Esa untuk memilih untuk apa-apa yang bisa diwariskan kepada generasi masa depan: warisan kepedulian dan kemanusiaan sangat luhur untuk Indonesia yang lebih baik. []